Thursday, April 10, 2014

Nostalgia Permainan Tradisional



beberapa hari yang lalu, aku dapat ide tentang sebuah cerita yang ingin ku-cerpen-kan. hasilnya sudah kukira cukup baik. kuposting, seperti biasa, di situs Kemudian.com. di sanalah aku selalu mempublikasikan tulisan-tulisanku, meski kupikir aku juga mesti mengarsipkannya di blog pribadi. selengkapnya bisa dilihat di sini. cerpen itu sendiri kupersembahkan untuk adik laki-lakiku yang bernama Andre. 


lalu aku terpikir juga untuk memanjangkannya menjadi novel, yang menurutku akan berakhir terbengkalai juga seperti ide-ide novelku yang lain. mungkin aku butuh sesuatu lebih dari sekadar motivasi. semoga bisa, suatu saat kelak. nah, cerpen itu sendiri, yang kuberi judul Dari Kandang Babi ke Lepar, terdapat permainan tradisional di dalamnya. sewaktu SD dulu, aku sering memainkannya dengan teman-teman seusiaku di Lau Rempak. biasanya kami memainkannya ketika malam hari. permainan tradisional itu bernama Tam Tam Buku atau di daerah lain disebut Permainan Ular Naga. mungkin kau pernah memainkannya di masa lalu dengan nama yang berbeda. itu bukan masalah. dan sedikit informasi soal ini kudapatkan dari postingan seorang blogger. selengkapnya bisa dilihat di sana

di kampungku, lirik lagu Tam Tam Buku berubah atau lebih tepatnya dimodifikasi. menurutku hal itu wajar karena permainan tradisional memang cenderung disesuaikan dengan budaya tempat itu dimainkan. misalnya pada permainan Tam Tam Buku, lirik yang disertakan oleh Tiara Krige di blognya adalah sbb:

Tam tam buku, seleret tiang bahu. Patah lembing, patah paku. Anak belakang tangkap satu, bunyi lonceng pukul satu. 

di kampungku, lirik tersebut berubah, hasilnya seperti ini:

Tam tam buku, seleret tiang paku. Mata bendil, mata satu. Anak belakang tangkap satu.

permainan tradisional ini akan menciptakan dua kubu, yakni Bulan dan Bintang (atau menurut postingan Tiara Krige adalah Matahari dan Bulan). modifikasi ini bisa kulacak, karena dulu kami memainkannya lebih sering ketika malam hari. kedua kubu, Bulan dan Bintang, biasanya memiliki jumlah pendukung yang sama. lalu permainan ini dilanjutkan lagi dengan yang permainan lain. aku tak tahu bagaimana ini diwariskan dulunya. seingatku, kami hanya memainkan. dan permainan selanjutnya juga kuanggap sebagai hasil kami (anak-anak saat itu) berkreasi. atau mungkin memang begitulah aturannya yang diwariskan anak-anak generasi sebelum kami. aku tidak tahu dan rasanya tidak mungkin kulacak sekarang.

selanjutnya adalah permainan Tarik Tambang. bedanya, tambang di sini adalah tambang hidup. dua orang anak, Bulan dan Bintang, yang dalam Tam Tam Buku bertindak sebagai pintu gerbang (yang membentuk semacam lorong dengan tangan), akan menjadi tambang. keduanya berpegangan pada satu tangan. sementara anak-anak pendukungnya memegangi tangannya yang lain. ada garis di tanah yang kami buat dengan menggoreskan kayu atau hanya dengan sapuan kaki sebagai pemisah. lalu tim Bulan akan menarik tim Bintang agar melewati garis. seperti tarik tambang secara umum. dalam keadaan ini, Bulan dan Bintang biasanya adalah anak terkuat karena mereka akan berpegangan dan saling tarik-menarik juga. pasti ada yang kalah. dan yang kalah adalah tim yang melewati garis atau yang terjatuh karena tarik-menarik itu. 

lalu kami akan melanjutkan dengan permainan tradisional berikutnya. aku kurang ingat urutan, tapi yang pasti, itu antara Jer atau Ya Omar. permainan Jer itu sendiri seperti ini. anak-anak membagi dirinya menjadi dua tim/ kelompok dengan jumlah anak sama banyak. lalu berkumpul berjauhan sampai beberapa meter. di antara kedua kelompok ini, dipilih satu anak yang akan bertindak sebagai "penembak" atau tukang Jer. ia akan mengambil sepotong ranting kecil, atau kayu bakar, yang nanti akan diumpamakannya sebagai sebuah senapan. kedua kelompok mengirimkan masing-masing satu anak untuk melakukan suit. di kampungku kami menyebutnya "sut". yang menang tetap di tengah bersama si penembak tadi. yang kalah kembali ke kelompoknya. si pemenang akan membisikkan satu nama anak dari kelompok lawan (yang kalah suit tadi). hanya satu nama. 

permainan ini tentang menebak siapa anak yang akan maju menemui Tukang Jer di tengah. misalnya salah satu anak dari tim A (sebut saja namanya Tono) membisikkan/ menebak nama Budi dari tim B. artinya ia memprediksi Budi-lah yang akan datang. Tukang Jer mengangguk dan menyuruh Tono kembali ke timnya. lalu Tukang Jer mengarahkan ranting kecil yang diumpamakan senapan itu ke arah tim B. ia menunggu siapa dari tim B yang akan melangkah menemuinya. bila bukan anak bernama Budi yang maju, maka Tukang Jer berlagak menembak dan berseru "Cis!" itu artinya peluru senapannya kosong. tim B tidak kalah. tapi kalau ternyata Budi yang maju (sesuai dengan tebakan Tono dari tim A) maka Tukang Jer akan berseru "Jer!" tebakannya tepat. tim B kalah. semua anak tim B harus datang menemui tim A dan memalin mereka (menggendong di punggung). makanya jumlah pemain harus sama. tim B akan memalin tim A dari tempat A ke tempat B dan kembali lagi ke A. permainan biasanya berhenti setelah kedua tim kelelahan.

selain Jer, urutan permainan tradisional lainnya yang biasa kami jadikan alternatif adalah permainan Ya Omar. aku tidak tahu pasti nama sesungguhnya permainan ini. sempat googling, aslinya ini dimainkan dengan Ya Oma ya Oma. ingatanku kurang tajam. tapi begitulah. permainan ini juga mengasyikkan. sepanjang permainan anak-anak terus bernyanyi sampai kelelahan. 

sebagai penutup, aku tak tahu harus berkata apa tersebab kangen pada permainan tradisional itu. pada akhir 90an, kami anak-anak Lau Rempak masih memainkannya. aku bisa kubilang yang paling terlambat tumbuh dewasa. anak-anak seumuranku, kuingat sudah tidak lagi ikut saat itu. mereka jadi lebih suka di warung, menonton TV atau orang yang sedang bermain catur. jadi biasanya aku bermain dengan anak-anak di bawah umurku. tapi itu tetap menyenangkan. memang sih, aku cenderung lebih dekat dengan anak-anak di bawah umurku. ketika aku SMP, aku sudah tidak memainkannya lagi. sayangnya, aku tidak ingat apakah anak-anak setelah generasiku masih melanjutkan tradisi permainan tersebut. dan ketika SMA, ngekos di ibukota kabupaten, aku sama sekali nggak mengikuti perkembangan permainan itu. kupikir, ketika aku kelas 3 SMP malah, anak-anak tidak memainkannya lagi. dan sudah punah sekarang, seiring berkembangnya teknologi.

posting ini mungkin sekadar nostalgiaku akan masa kecil dulu. kau bisa membacanya seperti sebuah mesin waktu. mungkin, meski sedikit sekali, aku berharap ada salah satu dari anak-anak kampungku yang dulu bersamaku memainkan permainan tradisional itu, mampir ke blog ini. lalu mereka membaca tulisanku. lalu mereka tahu betapa masa-masa kecil kami dulu sangat menyenangkan. meski semua itu sebatas hidup dalam ingatan. []



Yogya
04.100414.22.50 







No comments:

Post a Comment