Friday, June 27, 2014

Tentang Pengiring Dialog

Secara khusus, untuk Kemudianers :)



Tulisan ini berawal dari iseng-iseng melakukan pencarian di internet dengan menggunakan kata kunci "Kalimat Penjelas" dan "Kalimat Pelengkap". Keisengan saya adalah tentang kekurangtahuan saya dengan istilah "resmi" untuk kalimat yang seringkali muncul di awal, tengah, dan akhir sebuah dialog dengan bentuk-bentuk penulisan yang beragam. Selama ini saya menggunakan istilah kalimat pelengkap, kalimat penjelas, (dan ternyata) kalimat pengiring untuk konten tersebut. Itu istilah ngasal karena saya jujur nggak tahu istilah aslinya. Makanya kini saya penasaran. Akhirnya dari reply-reply di twitter Kemudian, seorang Kemudianers yakni Pangeran Xeno memberikan link berikut: 

http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Kalimat_Langsung


Jadi, sekarang saya coba mulai menggunakan istilah tersebut: Pengiring Dialog. Kalau dibalik, jadi beda artinya. Jadi jangan sampai salah. Ahak hak hak. Dengan sepakatnya (seharusnya) kita pada istilah itu, maka akan lebih mudah melakukan diskusi. Pencarian di internet nggak menunjukkan bahwa kalimat penjelas, kalimat pelengkap, kalimat pengiring mendapatkan rujukan yang tepat untuk "pengiring dialog". Jadinya itu bikin sulit buat saya yang lagi belajar menulis ini. Coba saja googling kalimat penjelas maupun kalimat pelengkap. Dirimu akan dibawa ke laman-laman yang nggak tepat. 

Nah, apakah Pengiring Dialog itu? Dari berbagai sumber indie (halah) yang saya temukan, bahwasanya Pengiring Dialog adalah kalimat yang merupakan lanjutan dari sebuah dialog. Ada yang menyebutnya sebagai frasa pelengkap atau dialog tag. Untuk sebutan terakhir saya kurang setuju, karena merasa itu bukan "bahasa Indonesia". Karena hal itulah saya sibuk-sibuk nge-tweet untuk mencari tahu apakah ada yang tahu nama "resmi" untuk "kalimat" yang mengiringi dialog. Tapi menyebutnya sendiri sebagai "kalimat" rasanya kurang tepat. Kenapa? Sejatinya, Pengiring Dialog itu tidak bisa berdiri sendiri, karena kebanyakan hanya berupa frasa (?) Sedangkan pengertian umum tentang kalimat itu adalah susunan kata yang bisa berdiri sendiri dan menjelaskan makna yang lengkap. Coba apa makna Pengiring Dialog ini? Bisakah mereka berdiri sendiri?

tanya Kudo meng-o.
isak Momod akhirnya.
tukas Chris sinis.

Jawabannya: maknanya tidak lengkap dan tidak bisa berdiri sendiri. Tapi itulah Pengiring Dialog; merupakan "kalimat" yang masih satu kesatuan dengan dialog yang diiringinya." Maka di mana-mana Pengiring Dialog itu nggak bisa dipisahkan dengan dialognya. Kalau dibaca kepisah, jadi bikin pembaca bingung. Tapi saya lebih nyaman menyebut dengan kalimat-tidak-lengkap.

Nah, apa yang saya coba sampaikan di sini adalah bentuk-bentuk Pengiring Dialog pada sebuah dialog yang diiringinya. Bentuk-bentuk ini konon saya pernah temukan di buku mana gitu, maupun yang pernah saya buat juga di karya-karya saya yang nggak terkenal. Ada beragam bentuk cara penulisan Pengiring Dialog yang bisa kita buat. Ragam bentuk ini bisa dikreasikan, dimanfaatkan sesuai kebutuhan penulis terhadap dialog yang dibuatnya. Oh, ini bagian yang paling asyik menurut saya. Langsung deh daripada banyak cincong. Ahak hak hak.

Secara umum, Pengiring Dialog punya tiga bentuk, yakni:
1. Dialog - Pengiring 
2. Pengiring - Dialog
3. Dialog - Pengiring - Dialog.

Kita mainkan contoh dan melihat penulisannya yang konon benar ini. Ahak hak hak.

1. Bentuk Dialog - Pengiring

a. "Dirimu ngapain sih sibuk-sibuk segala," kata Kudo.
b. "Biarin! Yang penting nggak kampanye hitam aja di internet!" tukas Momod sewot.
c. "Omong-omong, kau sudah baca tulisan terbaruku di Kemudian?" tanya Kurisu tersenyum lebar.
d. "Sudah posting tulisan terbaru!?" Ian terbelalak.

Dari 4 contoh di atas, yang bercetak miring itu konon disebut Pengiring Dialog. Bentuk ini adalah paling sederhana di mana dialog lebih dulu, baru diikuti pengiring. Penulisannya bisa diperhatiin bahwa kalimat pengiring tidak diawali huruf kapital, selain tentu saja, nama orang atau kata lain yang penulisannya harus selalu diawali kapital. Namun, pada contoh (d) saya masih khawatir bila menyebutnya sebagai Pengiring Dialog, sebab kalimat itu saya rasa bisa berdiri sendiri. Nah, ini giliran kalian yang memberikan masukan kalau begitu. Ahak hak hak. Selain itu, bisa dilihat juga bahwa dialog di 4 contoh di atas, tidak ada yang diakhiri tanda titik. Itu bukan typo, tapi memang begitu cara penulisannya. Contoh (a) misalnya. Dialog diakhiri tanda koma karena balik lagi ke pengertian Pengiring Dialog, bahwa ia tidak bisa berdiri sendiri. Artinya masih satu kesatuan dengan dialog yang diikutinya. Maka, nggak boleh tuh dialognya diakhiri titik. (Hal ini sebaiknya dibahas dengan tajuk penulisan dialog). 

2. Bentuk Pengiring - Dialog.

e. Kudo tanya, "Dirimu ngapain sih sibuk-sibuk segala?"
f. Momod menjelaskan bahwa, "Semua tindakan para artis atau musisi yang mendukung capres tertentu, rasa-rasanya terlalu konyol dan negatif serta ikut-ikutan berbau kepentingan tertentu."
g. Kurisu diam lalu berkata pelan, "Saya tetap dukung Win-HT."

Nah, katanya yang bercetak miring itu adalah Pengiring Dialog. Katanya, lho. Ahak hak hak. Dari bentuknya bisa kita lihat bahwa ketiga contoh Pengiring Dialog itu tidak diakhiri tanda titik. Hal itu karena ketiganya masih satu kesatuan dengan dialog setelahnya. Jika dipisahkan, lagi-lagi, pembaca bakal bingung. Duh, pembaca emang tahunya cuma bingung nih. Ahak hak hak. Meskipun diakhiri dengan tanda koma, dialog setelahnya tetaplah diawali huruf kapital. Perhatiin karena pada bentuk berikutnya, ada perubahan. Itu bagian menariknya, menurut saya :D

3. Bentuk Dialog - Pengiring - Dialog.

h. "Tulisanmu jelek dan," kata Kudo kalem, "kau punya masalah dengan tanda baca."
i. "Segalanya telah kuberikan padamu. Tapi," Momod mengelap ingusnya, "kau lebih memilih pemberiannya."
j. "Kalau aku tidak punya kegiatan, "sahut Kurisu, "lalu postingan di blog ini apa namanya?"

Bentuk ketiga dari penulisan Pengiring Dialog adalah seperti 3 contoh yang saya buat di atas. Mohon maaf kalau contohnya rada-rada najong kalakupang begitu yak. Maklum, saya bukan laki-laki contoh. Ahak hak hak. Seperti 2 bentuk sebelumnya, konon yang bercetak miring tersebut adalah Pengiring Dialog. Bentuknya juga memang seperti itu. Kenapa? Siapa yang mengatakan memang sah begitu? Penghulu? =))

Oke. Bentuk tersebut, yang mana dialog pertama diakhiri tanda koma lalu diikuti pengiring dialog yang diakhiri koma lagi, lalu diakhiri dengan dialog berikutnya yang diawali tidak-kapital. Kenapa begitu? Jawabannya adalah karena sesungguhnya dialog (kalimat langsung) tersebut merupakan satu kalimat yang sengaja dipisahkan dengan Pengiring Dialog. Dengan bahasa lain, seorang penulis ingin membuat dialognya terpisah oleh Pengiring Dialog. Maka jika kalimat dialognya adalah satu kalimat utuh, penulisannya sesuai seperti tiga contoh di atas. Kalau nggak begitu, pasti salah! #plak. Saya nggak tahu pastinya, tapi dari beberapa dialog yang pernah saya baca di buku-buku dan tips-tips dari internet, mengatakan bentuk penulisannya ya seperti itu. Jika dirimu punya pendapat lain, saya akan sangat berterima kasih jika engkau sudi berbagi :)

Pada 3 contoh bentuk ketiga tersebut, bisa diubah susunannya dengan menggabungkan dialognya, menjadi seperti berikut:

k. "Tulisanmu jelek dan kau punya masalah dengan tanda baca," kata Kudo kalem.
l. " Segalanya telah kuberikan padamu. Tapi kau lebih memilih pemberiannya," Momod mengelap ingusnya.
m. "Kalau aku tidak punya kegiatan, lalu postingan di blog ini apa namanya?" sahut Kurisu.

KOMBINASI
Sepintas, bentuk ketiga penulisan Pengiring Dialog tersebut adalah bentuk pertama + dialog lain. Tapi dalam kasus ini, sebenarnya dialog utuh itu sengaja dipisah untuk disisipkan Pengiring Dialog di antaranya. Jika kasusnya adalah bentuk pertama + dialog lain, maka kita cukup mengakhiri Pengiring Dialog dengan tanda titik, lalu menambahkan dialog kedua. Bentuk kombinasi ini bisa dilihat cirinya dari dialog kedua yang pastinya akan diawali huruf kapital. Seperti contoh berikut:

n. "Aku mencintaimu," kata Kudo tegas. "Aku tidak mencintainya."
o. "Segalanya telah kuberikan padamu," Momod mengelap ingusnya. "Apa ada yang masih kurang?"

Bentuk kombinasi kompleks lainnya yang bisa dicoba adalah Dialog - Pengiring + Dialog - Pengiring. Penulisannya sudah pasti mematuhi tata cara bentuk pertama. Saya coba bikin contohnya jugak deh:

p. "Aku mencintaimu!" kata Kudo tegas. "Tapi memang aku sempat mencintainya juga," lanjutnya memelankan suara.
q. "Jadi, setelah ia pergi, aku mencoba menjalani kehidupanku sendiri," ucap Momod mengangkat dagu. "Tiga belas tahun berselang, dengan begitu sunyi hidupku di pedalaman Papua, aku dipertemukan dengan sosok Chris. Tak butuh waktu lama, akhirnya kami menikah dan tinggal di sana," tutupnya tersenyum.

Saya pikir tidak ada kesulitan berarti dalam bentuk kombinasi seperti itu. Tapi bagi saya, itu adalah bentuk gabungan atau campuran. Ehehehehe.

BENTUK KREATIF LAINNYA
Pada kejadian berikutnya terkait penulisan Pengiring Dialog ini, saya juga pernah menemukan bentuk seperti di bawah ini:

r. Kudo menyahut: "Pergi!"
s. "Pergi kau dari sini!"dilemparkannya keranjang ikan asin sampai isinya berceceran di lantai"Sudah, pergi saja. Dasar berengsek!"

Pada contoh (r) ada kalanya Pengiring Dialog diakhiri tanda baca yang tak lazim, yakni titik dua. Saya sendiri kurang paham alasan penggunaan tanda titik dua tersebut. Sedangkan pada (s), ada sebuah kalimat yang merupakan aksi (yang berfungsi sebagai Pengiring Dialog). Nah, penggunaan tanda dash () tersebut adalah menyatakan ada jeda yang terjadi sewaktu dialog diucapkan. Jeda itu diisi dengan sebuah tindakan atau kegiatan yang merupakan aksi. Bisa dikatakan kalimat aksi tersebut sebenarnya bukan Pengiring Dialog, meski ia mengiringinya. Bingung kan? Sama. Saya jugak. Ahak hak hak. Tapi menurut saya penggunakan dash di sana menarik. Jeda itu bisa diisi kalimat lengkap (?) Jadi pengen nyoba. Ahak hak hak.

Lebih jauhnya, pembahasan Pengiring Dialog memang nggak bisa dilepaskan dari tata cara penulisan dialog itu sendiri. Jika ingin lebih memahami tentang ini, jangan lupa melihat tulisan-tulisan seputar dialog dan cara menulisnya dengan baik dan benar. Ada banyak post yang bertebaran di internet. Mungkin lain kali saya akan coba membuat tulisan najong kalakupand lainnya dengan tema Dialog. Tapi nggak sekarang. Hohoho.
 
Inti yang selama ini saya pedomani dalam menulis Pengiring Dialog adalah bahwa "kalimat" tersebut tidak bisa berdiri sendiri (alias tidak punya inti kalimat). Artinya, Pengiring Dialog itu satu kesatuan dengan dialog yang diiringinya. Ketika ia dibaca sendiri (tanpa dialognya) itu akan terasa tidak lengkap. Dan ketika ada kesan tidak lengkap di sana, maka penulisannya akan selalu saya awali dengan huruf kecil. Tapi jujur, awalnya saya selalu menulis Pengiring Dialog dengan diawali kapital. Jangan salah, beberapa penulis yang saya sebut saja sudah pro, juga kerap typo dalam hal ini. 

Akhir kata, terima kasih karena telah sampai di tulisan sederhana ini. Tentu ini belum sempurna dan tanpa referensi akurat yang bisa dipedomani sebagai panduan resmi. Saya menulisnya beranjak dari apa yang saya sering saya jumpai di buku-buku dan tulisan-tulisan teman-teman saya di Kemudian.com. Beberapa lainnya dari masukan-masukan rekan-rekan yang sudah pro di bidang tulis-temulis dan aturan-aturan kepenulisan. Jika ada yang ingin mengoreksi atau menambahkan, saya tentu sangat menerimanya dengan senang hati. Semoga ini bisa bermanfaat.



- dari berbagai sumber


Chris