Wednesday, August 21, 2013

Pengasingan: Mengakhiri dengan Sebuah Lagu.

aku menulis ini pada Rabu, 21 Agustus. 2013. di kamar kontrakanku di Lemahabang, Cikarang. dalam waktu sepuluh hari ke depan, aku sudah tak di sini lagi. aku akan kembali ke Medan. kembali pada hal-hal yang dengan mudah membuatku jenuh. pulang, lebih karena ibuku masuk rumah sakit. kemarin. kudengar itu karena jantungnya. akalku mengatakan penyebabnya adalah hal-hal yang ia pikirkan. hal-hal yang mengecewakannya sebagai ibu yang mengharapkan semua anak-anaknya berjalan sesuai pada jalan yang ia tunjukkan. setidaknya sampai mereka lulus kuliah. dengan kata lain, mendapatkan gelar sarjana.

semua hal tentang pelarianku sejak Desember 2012 hingga akan pulang pada akhir Agustus 2013 adalah keegoisan. setidaknya itu kata seseorang yang kutemui di bandara, Senin lalu. Chris.

itu pertemuan kedua kami setelah yang pertama di bandara yang sama. ia menuju Yogya, transit di Jakarta. yang aku ingat adalah pada pagi hari, jam lima, aku hampir batal berangkat karena tiket kereta sudah habis. tentu saja itu ulah oknum. sistem penjualan tiket di stasiun Lemahabang itu dimulai pada saat kereta kira-kira berjarak dua stasiun lagi. jadi mustahil kehabisan tiket karena aku tiba di sana, kira-kira 20 menit sebelum kereta tiba. tapi penumpang naik saja dan turun di stasiun berikutnya untuk membeli tiket. yang sempat naik kereta itu lagi sibuk berlari. sementara aku tidak. kupikir aku punya cukup waktu untuk menunggu kereta berikutnya yang dijadwalkan datang 30 menit setelah yang pertama.

kami bertemu di bandara. aku menunggunya kira-kira 30 menit sampai akhirnya ia membalas smsku. pesawatnya baru mendarat. kutunggu ia di terminal kedatangan B1. ia muncul dengan pandang mencari-cari. senyumnya itu dan wajah tanpa kerut sekalipun mimiknya cukup ekspresif. aku merentangkan tangan dan ia menghambur ke pelukanku. aku kangen dia, sekalipun sungguh ia suka nyebelin.

di Solaria. seperti tempat pertama kami melewatkan waktu. kami ke sana lagi. kali ini yang paling atas. tempatnya cukup asyik dan lumayan ramai. makan dan minum. aku menyuapinya. dia tidak. maklum, ia belum tahu kalau sesungguhnya aku ingin disuapi, sesekali. sifat manjaku selalu ada. bahkan pasti kumat bila aku dekat dengan orang yang kusayang. aku menyuapinya, karena menurutku ia pasti suka dengan itu. ia sepertiku. dalam banyak hal, kami terlalu mirip. dan ternyata aku semenyebalkan dia, kupikir.

bicarakan banyak hal. kali ini punya waktu lebih karena pesawatnya tepat waktu. ia berhasil menjalankan "misi" saat bertemu denganku. mungkin percobaan pertamanya kurang mendapatkan respon. tapi aku harap ia suka yang setelahnya. meski aku harus, ya, membuang rasa malu. kupikir itu biasa saja. tempat semacam bandara itu merupakan tempat netral. meski aku tak yakin ada survei tentang hal itu. adakah yang sudah membuat penelitian? :)

ia memberikanku sebuah buku tulis yang masih kosong. terbungkus plastik. lembar pertamanya ia menuliskan beberapa kata. tulisannya jelek. tidak secantik dirinya. tapi tentu saja aku suka. juga sebuah hadiah kecil. gantungan untuk ponsel kupikir. lucu. 

dua jam lebih bersamanya. dua jam yang paling singkat itu harus berakhir karena pesawatnya siap lepas landas. kami keluar dari Solaria menuju terminal keberangkatan B1. ia berangkat dari sana. sama seperti sebelumnya. sebelum ia masuk ke pintu yang akan menjauhkannya dariku, kami berpelukan erat dan cukup lama. aku membelai rambutnya. ia menghantarkan hangat atau semacam kepastian kapan kami bisa bertemu lagi, untuk segalanya. aku tahu aku menginginkan pertemuan berikutnya. dan yang bisa kukatakan adalah "secepatnya". aku mencium keningnya berkali-kali. aku suka rambutnya yang tak lebih lembut dari rambutku itu. ia mencium kedua pipiku. dan aku harus melepasnya. aku harus berpisah darinya.

ia sempat melambai setelah melewati gerbang pemeriksaan. lalu berlalu. begitu saja.

tak ada kata yang tepat yang bisa kujadikan pegangan untuknya. keadaan sedang sulit. hal ini dibuktikan oleh pembicaraanku dengan atasan tempatku bekerja. pagi hari, 20 Agustus. sehari setelah aku menikmati pertemuan keduaku dengan Chris. aku harus berhenti bekerja karena keadaan perusahaan sedang limbung. entah suatu kebetulan. suasana hatiku juga sedang kacau mendapat kabar ibu yang masuk rumah sakit. jantung. maka kuputuskan untuk pulang dalam beberapa hari lagi. tentu, sebelum aku harus bayar kontrakan bulan berikutnya. 

segalanya terjadi begitu cepat. aku sudah mengabari orang tuaku kalau aku akan pulang. setelah mendapatkan hak-hakku selama bekerja di sini, aku segera terbang ke Medan. kupikir aku tak perlu lagi kompromi, meski jauh dalam hati aku menyusun rencana untuk mengunjungi Chris di Yogya, sesaat sebelum aku terpisah jauh darinya untuk waktu yang tak sebentar. aku takkan bisa mengunjunginya semudah bila aku tetap tinggal di Cikarang dan ia di Yogya. jarak semakin menyebalkan dan ia tahu ini menyiksa dalam beberapa hal. 

kupikir aku menjalani kehidupanku dengan sebaik mungkin. sebuah lagu kuselesaikan beberapa hari yang lalu. sebuah lagu dengan judul Keluarga. ini adalah karya pertamaku yang kupublikasikan ke internet semasa aku dalam "pengasingan" ini. lagu ini tentang rindu, cinta, dan tujuan. hal-hal yang kuharap membantuku seterusnya agar aku tak hilang dalam kubangan yang sama: hidup nyaman tanpa syukur pun tujuan. di Medan, dalam keadaan nyaman karena orang tuaku, aku rentan tak peduli apapun. aku takut. oh, aku takut kehilangannya. takut membuatnya merasa telah kehilangan aku. hal-hal yang tak pernah kubicarakan sebelumnya. 

lagu Keluarga kutinggalkan di soundcloud. ia penanda aku mengakhiri masa pengasinganku. kupikir ia menjadi jawaban atas apa yang kucari selama hampir 8 bulan meninggalkan keluargaku. aku ingin memelihara rinduku, yang ternyata begitu nyata dan membahagiakan justru ketika aku jauh dan kesepian. cinta, yang kutemukan jauh dari masa laluku yang telah kucoreng sendiri, yang tak bisa kukembalikan lagi. juga tujuan, suatu hal yang selama tak pernah kuakui, karena tak pernah kurasakan keberadaannya di hidupku. 

catatan ini kuakhiri dengan doa dan syukur: hal yang luput ketika aku hidup nyaman dalam asuhan orang tuaku. kupikir aku telah menjalani jalan yang benar demi kebahagiaan batinku. tapi Chris bilang aku egois karena tak memikirkan kebanggaan orang tuaku. entahlah. aku tak pernah setuju dengan hal itu. arus kehidupan mainstream. hal-hal biasa yang memaksa seseorang mengikutinya agar hidup terjamin dalam lingkungan bermasyarakat dan aspek-aspeknya. 

aku pasti merindukan perjalanan ini. merindukan banyak hal susah di tanah perantauan. merindukan malam aku tidur di jalanan. dan aku pasti merindukanmu. aku sudah tahu bagaimana itu rasanya. 



Chris
Lemahabang, 21Agustus 2013